JAKARTA. Tahun 2016 diharapkan menjadi tahun kebangkitan produksi tembakau Tanah Air. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menargetkan tahun depan produksi tembakau bisa menembus angka 182.000 ton.
Jumlah ini meningkat 7% dibandingkan produksi tembakau tahun ini yang diprediksi maksimal hanya sebanyak 170.000 ton. Padahal, tahun 2014 lalu, produksi tembakau nasional masih berada di angka 187.000 ton.
Soeseno, Ketua Umum APTI bilang, optimisme kenaikan produksi ini dipicu oleh meningkatnya produksi pabrik rokok setiap tahun. Selain itu, kebutuhan tembakau di Indonesia yang mencapai 300.000 ton per tahun memaksa tiap tahun ada impor tembakau di atas 100.000 ton. “Kami ingin menggenjot produksi untuk menutupi ketergantungan kepada tembakau impor,” ujarnya, Selasa (1/12).
Dalam catatan APTI, saat ini, luas lahan kebun tembakau hanya 192.525 hektare (ha) dengan produksi sebesar 163.187 ton per tahun. Padahal beberapa tahun lalu, kebun tembakau di Indonesia bisa seluas 260.000 ha.
Selain faktor lahan yang berkurang, rendahnya harga tembakau di kisaran Rp 34.000–Rp 47.000 per kilogram (kg) sepanjang tahun ini membuat produksi tembakau turun.
Padahal, harga ideal tembakau yang dipatok petani adalah sebesar Rp 80.000–Rp 120.000 per kg. Meski begitu, harga tersebut jauh lebih tinggi ketimbang harga tembakau impor asal China yang hanya US$ 1 per kg, sehingga menggerus pasar tembakau lokal selama tiga tahun terakhir.
Kementerian Perindustrian (Kemperin) mencatat, kebutuhan konsumsi rokok dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan catatan Kemperin, pertumbuhan produksi rokok naik pada kisaran 5% hingga 7,4% per tahun. Pada tahun 2015 ini, Kemperin memprediksi produksi rokok mencapai 398,6 miliar batang, dan pada tahun 2016 diperkirakan naik sekitar 5,7% yakni menjadi 421,1 miliar batang. Pada tahun 2020, diproyeksikan produksi mencapai 524,2 miliar batang.
Faiz Achmad, Direktur Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau, Ditjen Industri Agro Kemperin mengatakan, sekitar 97% produksi tembakau digunakan untuk industri rokok dan sangat sedikit yang digunakan untuk kebutuhan lain.
Faiz bilang, saat ini dari 700 unit usaha pabrik rokok yang tercatat, diprediksi tinggal 200 unit–300 unit saja pabrik rokok yang benar-benar aktif dan membayar cukai. Kendati begitu, produksi rokok terus meningkat karena permintaan yang tinggi.