Beberapa tahun lalu Gudang Garam pernah terkena masalah akibat perubahan desain kemasan yang mereka lakukan. Bermaksud menyegarkan tampilan agar meningkat, perubahan itu malah membuat konsumen mereka beralih. Alasannya, rasa Gudang Garam Internasional dianggap berubah dan membuat konsumen tidak menyukainya.
Gudang Garam mungkin mengubah cita rasa dan resep mereka pada kemasan baru tersebut. Tapi hasil tidak menyenangkan itu boleh jadi lebih disebabkan perubahan kemasan yang tidak familiar pada konsumen. Karena persoalan kemasan ini menjadi satu faktor penting yang mensugesti perubahan rasa pada rokok pilihan mereka.
Bagi para konsumen, tampilan kemasan menjadi penting untuk mereka. Karena dalam benak konsumen, kemasan rokok dapat mempengaruhi cita rasa. Bukan soal desain kemasan, sebenarnya. Tapi lebih pada kebiasaan konsumen terhadap satu kemasan, yang jika tampilannya diubah malah membuat konsumen merasa cita rasa yang dihadirkan berubah.
Terkait hal tersebut, ada beberapa contoh nyata faktor kemasan amat mempengaruhi pola konsumsi seseorang. Jika ada konsumen rokok Djarum Super yang biasa membeli kemasan isi 12, Ia kerap menyebut kemasan isi 16 berbeda rasa atau tidak enak. Padahal Djarum sebagai perusahaan tidak membedakan resep bagi kemasan isi 12 maupun 16.
Begitu pula yang terjadi pada rokok Gudang Garam Surya. Baik isi 12 maupun 16 dianggap berbeda, padahal resep yang digunakan tidak berbeda. Perilaku konsumen yang seperti ini terjadi akibat mitos rasa yang terjadi di lingkungan mereka.
Kalau membandingkan rasa Djarum Super dan Gudang Garam Internasional mungkin masih bisa dimaklumi. Mengingat cita rasa dan dua merek rokok terkenal ini memang berbeda. Biasanya konsumen Garpit (sebutan lain GG Inter) menyebut Super sebagai rokok menyan karena aromanya. Sebaliknya, konsumen Super menyebut Garpit sebagai rokok balsem karena rasa pedasnya di tenggorokan.
Ejekan dan perseteruan antar konsumen kedua merek tersebut biasanya makin lengkap jika salah satu di antara mereka kehabisan rokok, dan kemudian meminta rokok yang disebutnya tidak enak itu. Kalau sudah begitu, candaan bakal lebih berwarna dengan ejekan “Ah lu, ngomong Super bau menyan tapi lu isep juga.”
Biasanya, mitos rasa seperti ini cuma terjadi di kalangan penikmat kretek. Mengingat cita rasa yang diberikan rokok putihan biasanya hanya gitu-gitu saja. Apalagi merek rokok kretek di Indonesia ada banyak sekali, hingga membuat kesan terhadap rasa kretek pun begitu beragam.
Meski begitu, apapun merek rokok dan mitos rasa yang biasa kita pegang teguh, besar kemungkinan akan dilenyapkan oleh ketiadaan rokok di saku kita. Hingga nantinya kita meminta rokok teman yang sering kita ejek. Dan pada akhirnya, kita lebih memilih mengendurkan ego ketimbang tidak merokok. “Nggak apa dah ngisep rokok menyan, daripada kagak ngerokok.”