Menyalahkan orang maupun sesuatu adalah hal yang paling mudah kita lakukan ketika dihadapkan pada suatu masalah. Bukan manusia namanya kalau tak pandai mencipta ‘kambing hitam’ atas masalahnya. Ketika ada anak-anak yang dengan lantang menyerukan kata bunuh, kita lantas dengan entengnya menuduh dan menyalahkan satu pihak. Tanpa mau mempertimbangkan akar dari permasalahannya.
Kita lebih suka menggunakan telunjuk dan lidah untuk menghakimi ketimbang menggunakan akal sehat untuk menyelesaikannya. Secara langsung maupun tidak, anak-anak justru dicontohi sikap yang bukan mengarah pada solusi.
Hal itu juga lah yang kerap dialami oleh para perokok. Beberapa tahun lalu, ketika ada kabar seorang ibu dan anaknya yang masih kecil diusir dari sebuah kafe, perokok lah yang disalahkan. Padahal ketika masalahnya dibaca secara utuh, si Ibu dan anaknya berada di ruang merokok yang tersedia. Saat diminta pergi agar tak terganggu, si ibu malah merasa terusir.
Pun saat ada kasus pemukulan yang terjadi di stasiun. Lagi-lagi perokok dianggap sebagai sumber masalah. Padahal jika mau ditilik akar permasalahannya, ternyata ada pada stasiun yang tidak menyediakan ruang merokok sebagaimana diamanatkan Undang-undang. Sang perokok memang salah, tapi Ia tak sepenuhnya bisa dipersalahkan.
Keberadaan ruang merokok di ruang publik seperti stasiun adalah perintah konstitusi. Ketika pengelolanya tidak mau menyediakan, dan ada perokok yang curi-curi kesempatan hingga terjadi kasus tertentu, masalah utamanya ada di pengelola tempat umum yang enggan menyediakan ruang merokok. Meski orang yang merokok juga salah, tapi dia juga korban dari kesalahan utamanya.
Maka ketika terdengar kabar yang viral beberapa waktu lalu, soal anak bayi yang meninggal karena Pneunomia akibat asap rokok yang dihirupnya, sudah saatnya kita lebih banyak belajar daripada menyalahkan. Bahwa ada yang salah pada kasus ini, tapi menyalahkan saja tidak cukup. Setiap orang harus belajar agar kasus yang sama tidak lagi terulang.
Bayi itu diketahui mengidap pneunomia setelah mengikuti proses akikah yang diadakan keluarganya. Kala itu, banyak tamu yang datang dan merokok. Sang ibu, yang sibuk dengan tamu tidak sadar dengan keadaan tersebut sampai akhirnya sang bayi batuk-batuk dan sesak nafas hingga harus dibawa ke rumah sakit. Walau sempat mendapat perawatan, akhirnya sang bayi tidak dapat diselamatkan.
Tentu saya turut berduka mendengar kabar ini. Saya juga menyesalkan kasus seperti ini bisa terjadi. Tapi saya sadar, menyesal saja tidak cukup. Penyesalan tak bakal mengembalikan nyawa si bayi. Karena itu, belajar dari kejadian ini agar tak berulang ke depannya menjadi penting untuk dilakukan semua pihak.
Buat para orang tua, awasi anak-anak Anda dengan baik. Kalau masih ada orang yang merokok dekat anak kecil apalagi bayi, tegur. Suruh mereka pindah atau matikan rokoknya. Kalau ditegur baik-baik tidak mempan, tegur dengan keras. Marahi saja tidak apa.
Dan untuk kalian yang merokok, tolong lah hargai hak orang lain. Jauhi asap rokok kalian dari anak kecil dan orang lain yang tidak merokok. Walau pun mereka masih anak-anak, mereka juga memiliki hak untuk tidak terganggu. Pahamilah kalau barang konsumsi yang kalian hisap itu punya potensi mengganggu orang lain.
Jangan sampai semua perbuatan dan kealpaan kita merugikan orang lain. Jangan sampai lagi ada korban akibat salah kebijakan dan salah perlakuan. Semoga tidak lagi ada orang-orang yang haknya terganggu. Semoga semua pihak bisa menjadikan kasus ini sebagai pelajaran berharga
SUMBER : http://komunitaskretek.or.id/opini/2017/08/agar-tak-ada-lagi-yang-terzalimi-belajarlah-dari-kesalahan-dan-wujudkan-solusi/