Sebagai sebuah produk, kretek ini terbilang beda dengan yang lain. Dalam skala industri, kretek memang jadi industri prioritas. Memberi penghasilan tinggi pada negara. Tapi bukan itu saja persoalan yang membedakan kretek.
Dari hulu ke hilir, industri ini memberikan penghidupan pada jutaan masyarakat. Sejak petani hingga pedagang asongan. Untuk kebutuhan bahan baku, industri kretek menyerap hampir seluruh komponen yang disediakan. Memang ada yang impor, tapi itu tidak mengganggu keterserapan bahan baku dari dalam negeri.
Selain itu, kretek juga produk yang tercipta dari tangan orang kita. Tembakau campur cengkeh dilinting bersamaan, Ia menjadi sesuatu yang memberikan rasa berbeda dari rokok biasa. Membuatnya menjadi khas Indonesia, mengingat ketersediaan cengkeh yang endemik nusantara.
Kretek juga turut hidup dalam budaya masyarakat kita. Di beberapa daerah masih ada orang yang memberi undangan pernikahan dengan memberikan sebungkus kretek. Pun dalam berbagai acara selamatan, kretek tersaji di gelas-gelas sebagai penghormatan kepada tamu yang datang.
Siapa yang memulai kultur seperti itu, saya kira agak sulit terlacak. Karena hal ini sudah menjadi budaya yang menyatu dalam kehidupan masyarakat. Menjadi bagian dari laku dan hidup masyarakat.
Bahkan sebagai barang konsumsi, kretek pun memiliki dimensi yang berbeda dari produk lain. Ia begitu dicintai oleh masyarakat kita. Tingkat konsumsi sigaret kretek mencapai 93% dari total penjualan rokok. Malah dulu ada idiom, kopiku kental kretekku mantap yang melekat dalam benak kretekus.
Kini, meski kopiku sudah tak kental lagi, kretek tetap diposisikan sama dalam hidup kita. Walau kini selera telah bergeser ke kretek dengan filter, tetap saja Ia tak terpisahkan dari laku hidup masyarakat. Bahkan kretek tangan, klobot, bahkan klembak menyan masih hidup dan tetap ada.
Atas dasar itulah, segala kebijakan mengenai kretek harus dipikirkan dengan matang. Jangan sampai ada kebijakan yang malah membuat hidup jutaan masyarakat terancam. Membuat keberadaannya hilang karena dipaksa regulasi, membuatnya tak lagi memberikan hidup pada masyarakat.
Karena segala hal yang lekat itu, kretek tak bisa sekadar disebut barang konsumsi saja. Ia adalah warisan dari budaya yang hidup bersama masyarakat. Warisan yang turun-temurun menghidupi kita, dan hidup bersama kita.
sumber : http://komunitaskretek.or.id/opini/2017/10/kretek-warisan-budaya-dan-penghidupan-kita/